Makalah
“Kependudukan,
Ketenagakerjaan, Pendidikan dan Kesehatan”
Diajukan
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Perekonomian
Indonesia
Disusun Oleh:
Asri Nurul Yaqien
Annisa
Fitriyani
Ineu
Sintia
Ekonomi
Syariah semester IV
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM DARUL ARQAM (STAIDA) MUHAMMADIYAH GARUT
2014-2015
KATA
PENGANTAR
Segala
puji mari kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah dengan judul Kependudukan,
Ketenagakerjaan, Pendidikan dan Kesehatan, guna memenuhi salah satu
tugas Mata Kuliah Perekonomian Indonesia.
Dalam
penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang harus dihadapi. Kami
sepenuhnya menyadari bahwa kemungkinan besar masih dapat berbagai kekurangan
dalam penyusunannya. Untuk itu, kami meminta masukannya atas kekurangan
pembuatan makalah ini, dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca.
|
Garut,
13 Mei 2015
|
|
Penyusun
|
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................
|
i
|
DAFTAR ISI................................................................................................
|
ii
|
|
|
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................
|
1
|
1.1 Latar Belakang..............................................................................
|
1
|
1.2 Rumusan
Masalah.........................................................................
|
1
|
1.3 Tujuan Pembahsan........................................................................
|
2
|
|
|
BAB II
PEMBAHASAN.............................................................................
|
3
|
2.1 Kependudukan...............................................................................
|
3
|
2.1.1 Penduduk: Komposisi usia dan jenis kelamin.....................
|
4
|
2.1.2 Masalah
Kependudukan......................................................
|
4
|
2.1.3 Laju Pertumbuhan Penduduk..............................................
|
6
|
2.2
Ketenagakerjaan............................................................................
|
7
|
2.2.1 Konsep dan Definisi............................................................
|
8
|
2.2.2 Pekerjaan dan Tingkat Upah...............................................
|
9
|
2.2.3
Kebijakan
Kependudukan Dan Ketenagakerjaan...............
|
10
|
2.3 Pendidikan
|
11
|
2.3.1 Masalah Pendidikan Di
Indonesia.......................................
|
11
|
2.3.2 Efektifitas Pendidikan
Di Indenesia....................................
|
13
|
2.3.3 Efisiensi Pendidikan Di
Indeonesia....................................
|
14
|
2.3.4 Standarisasi Pendidikan
Di Indonesia.................................
|
14
|
2.4
Kesehatan.......................................................................................
|
15
|
2.4.1
Masalah Kesehatan Masyarakat di
Indonesia ....................
|
15
|
2.4.2 Strategi Paradigma Kesehatan ............................................
|
16
|
BAB III
PENUTUP.....................................................................................
|
18
|
3.1 Kesimpulan...................................................................................
|
18
|
|
|
DAFTAR
PUSTAKA..................................................................................
|
19
|
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sumber daya manusia dalam hal ini penduduk, penduduk yang
pada umumnya di pandang sebagai penghambat atau juga bisa di pandang sebagai
pemicu perkembangan pembangunan. Cara mengantisipasi padatnya sumber daya
manusia yaitu dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manisia itu sendiri
dengan berupaya memanfaatkan dan mengolah sumber daya alam yang ada di sekitar,
hingga dapat menciptakan tenaga kerja yang berkualitas. Semakin banyak sumber
daya manusia yang berkualitas maka semakin banyak juga tenaga kerja yang
berkualitas, yang dapat mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam yam efisien
dan efektif.
Selain tingkat
pertumbuhan penduduk yang tinggi, tingkat pendidikan dan kesehatan juga
mempengaruhi masalah kependudukan. Besarnya kematian yeng terjadi di suatu
daerah menujukkan bagaimana kondisi lingkungan dan juga kesehatan
pada masyarakat di daerah tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
1.
Apasaja
masalah kependudukan di Indonesia ?
2.
Bagaimana
laju pertumbuhan penduduk di Indonesia ?
3. Bagaimana
kebijakan kependudukan dan ketenagakerjaann di Indonesia ?
4.
Bagaiamana
pendidikan di Indonesia dan apasaja yang menjadi masalah dalam pendidikan di
Indonesia ?
5.
Bagaimana
kondisi kesehatan di Indonesia serta apasaja yang masalah kesehatan yang
dihadapi oleh masyarakat Indonesia ?
1.3. Tujuan Penulisan
1
Mengetahui
masalah kependudukan di Indonesia.
2
Mengetahui
laju pertumbuhan penduduk di Indonesia.
3
Mengetahui kebijakan kependudukan dan
ketenagakerjaann di Indonesia.
4
Mengetahui
pendidikan di Indonesia dan apasaja yang menjadi masalah dalam pendidikan di
Indonesia.
5
Mengetahui
kondisi kesehatan di Indonesia serta apasaja yang masalah kesehatan yang
dihadapi oleh masyarakat Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. KEPENDUDUKAN
Indonesia
memiliki jumlah penduduk sebesar 225 juta jiwa, menjadikan negara ini negara
dengan penduduk terpadat ke-4 di dunia. Penduduk yang besar dengan daya beli yang terus
meningkat adalah pasar yang potensial,sementara itu jumlah penduduk yang besar
dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang terus membaik adalah potensi
daya asing yang luar biasa.[1]
Selain jumlah penduduknya yang besar, luasnya negara
kepulauan dan tidak meratanya penduduk membuat Indonesia semakin banyak
mengalami permasalahan terkait dengan hal kependudukan. Tidak hanya itu, faktor
geografi, tingkat migrasi, struktur kependudukan di Indonesia dan lain-lain
membuat masalah kependudukan semakin kompleks dan juga menjadi hal yang perlu
mendapatkan perhatian khusus guna kepentingan manusia Indonesia.
Terkait
dengan jumlah penduduk yang tinggi tentunya terdapat faktor yang
mempengaruhinya. Salah satunya adalah tingkat atau laju pertumbuhan penduduk.
Besarnya laju pertumbuhan penduduk membuat pertambahan jumlah penduduk semakin
meningkat, yang akhirnya akan membawa dampak negatif di suatu daerah yang padat
penduduknya.
2.1.1
Penduduk: Komposisi usia dan jenis kelamin
Rasio antara anak-anak dan
lansia di satu sisi (khususnya mereka yang berumur dibawah 15 tahun dan diatas
65 tahun) dan penduduk usia kerja di sisi lain menentukan rasio ketergantungan
berbasis usia, yaitu jumlah orang yang harus ditanggung oleh tiap penduduk usia
kerja. Rasio ketergantungan berbasis usia memiliki dampak langsung terhadap
pendapatan per kapita, kemiskinan dan jumlah pekerja miskin – working poor
(seperti yang didefinisikan oleh ILO); rasio ketergantungan berbasis usia ini
juga memiliki pengaruh pada simpanan dan investasi serta sumber daya manusia.
Perbedaan antara rasio ketergantungan usia dan aktual memberikan sebuah
indikasi cakupan untuk meningkatkan rasio ketergantungan dengan meningkatkan
partisipasi angkatan kerja. Pembedaan harus dibuat antara rasio ketergantungan
yang tinggi karena jumlah kaum muda yang besar dalam penduduk dan rasio
ketergantungan yang tinggi karena jumlah lansia yang besar. Struktur demografi
dapat digambarkan dengan ringkas dalam bentuk sebuah piramida yang menunjukkan
struktur usia dan jenis kelamin penduduk. Perubahan dalam rasio ketergantungan
memiliki dampak yang berbeda pada pendapatan per kapita dan mempengaruhi
kebutuhan untuk meningkatkan produktivitas dan penghasilan tenaga kerja guna
mengurangi pekerja miskin. Rasio ketergantungan yang tinggi menyiratkan bahwa
tiap pencari nafkah harus menyokong sejumlah besar orang dan oleh karenanya
memerlukan penghasilan yang lebih besar untuk bisa keluar dari kemiskinan
dibandingkan bila rasio ketergantungannya lebih rendah.[2]
Tingkat pertumbuhan penduduk total dan penduduk usia kerja (berusia 15–
60/64) memiliki dampak besar terhadap jumlah kesempatan kerja produktif yang
dibutuhkan, dan oleh karenanya, analisa berikutnya. Struktur usia penduduk saat
ini adalah faktor utama yang, menentukan jumlah kesempatan kerja yang
dibutuhkan – lapangan kerja baru – selama periode 15-20 tahun kedepan, faktor
utama lainnya adalah kebutuhan untuk mengurangi pengangguran dan pekerja
miskin.
2.1.2
Masalah Kependudukan
Masalah
penduduk sebenarnya sangat kompleks, banyak sekali aspek yang mencakup
didalamnya, diantara aspek pangan, pemukiman, sandang, pendidikan, kesehatan,
ketenagakerjaan, lingkungan hidup, dan sebagainya.
Diantara beberapa konsekuensi
tersebut, ada tiga hal yang perlu dicatat yaitu :
1)
Jumlah
angkatan kerja bertambah dengan cepat seiring dengan cepatnya laju pertumbuhan
penduduk.
2)
Rendahnya
kemampuan negara–negara yang sedang berkembang untuk menciptakan kesempatan
kerja tambahan.
3)
Semakin
menurunnya daya dukung lingkungan terhadap kualitas kehidupan.
Masalah–masalah lanjutan yang muncul kemudian adalah angka
pengangguran semakin meningkat, urbanisasi, migrasi makin menjadi–jadi, dan
last but not least, angka kejahatan dengan berbagai bentuk juga meningkat.
Masalah kependudukan yang dihadapi NSB (Negara Sedang
Berkembang) dewasa ini lebih rumit daripada masa sebelum perang dunia kedua.
Tingkat pertumbuhan penduduk yang terlalu tinggi secara langsung telah
menimbulkan masalah bagi NSB dalam upaya mereka untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya.
Masalah kependudukan yang dimaksudkan disini adalah masalah
pertambahan jumlah penduduk yang sangat tinggi di Indonesia. Pertambahan
penduduk ini akan menimbulkan berbagai masalah dan hambatan bagi upaya-upaya
pengembangan yang dilakukan karena pertumbuhan penduduk yang tinggi tersebut
akan menyebabkan cepatnya pertambahan jumlah tenaga kerja, sedangkan kemampuan
Indonesia dalam menciptakan kesempatan kerja baru sangat terbatas.
Sebagai akibat dari dua keadaan yang bertentangan diatas, maka pertumbuhan
penduduk biasanya menimbulkan masalah-masalah seperti : struktur umur muda,
jumlah pengangguran yang semakin lama semakin serius, urbanisasi dan
sebagainya.[3]
Masalah
kependudukan di Indonesia pada hakekatnya menyangkut tiga aspek yaitu aspek
kuantitas, aspek kualitas dan aspek mobilitas. Saat ini dari aspek kuantitas,
Indonesia memiliki jumlah penduduk yang sangat besar yang mencapai angka 237,6
juta jiwa pada tahun 2010, ini menempatkan Indone-sia sebagai negara dengan
penduduk paling banyak nomor 4 dunia. Sementara itu dari aspek
kuali-tas, Indonesia memiliki kualitas penduduk yang rendah, tercermin pada
Indeks Pembangunan Manu-sia Indonesia yang menempati ranking ke 108 dari 188
negara pada tahun 2009. Untuk aspek mobili-tas, Indonesia memiliki persebaran
penduduk yang timpang, dimana 58% penduduk terkonsentrasi di Pulau Jawa,
padahal Pulau Jawa hanya memiliki luas daratan 7% dari total daratan di
Indonesia.
Kondisi diatas berdampak luas pada berbagai aspek
kehidupan dan pembangunan Indonesia. Dilihat dari aspek sosial ekonomi dampak
yang ditimbulkan antara lain: masalah pemenuhan kebutuhan pan-gan, perumahan,
kesehatan, pendidikan, penyediaan lapangan kerja dan lain sebagainya. Berbagai
kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan tersebut bermuara pada tingginya angka
pengangguran, juga masalah kemiskinan yang pada akhirnya dapat memicu berbagai
konflik sosial seperti tingkat krimi-nalitas yang tinggi, kasus-kasus tawuran
warga, permasalahan TKI di luar negeri, perdagangan manusia, timbulnya
demonstrasi anarkis dan lain sebagainya. Besarnya dampak kependudukan ini
memerlukan suatu Analisis Dampak Kependudukan yang komprehensif dan tepat
sehingga didapat-kan solusi dan masukan yang tepat bagi para pembuat kebijakan
untuk penyelesaian masalah-masalah tersebut.[4]
2.1.3 Laju Pertumbuhan Penduduk
Hasil proyeksi menunjukkan bahwa
jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat
yaitu dari 205,1 juta pada tahun 2000 menjadi 273,2 juta pada tahun 2025.
Walaupun demikian, pertumbuhan rata-rata per tahun penduduk Indonesia selama
periode 2000-2025 menunjukkan kecenderungan terus menurun. Dalam dekade
1990-2000, penduduk Indonesia bertambah dengan kecepatan 1,49 persen per tahun,
kemudian antara periode 2000-2005 dan 2020-2025 turun menjadi 1,34 persen dan
0,92 persen per tahun. Turunnya laju pertumbuhan ini ditentukan oleh turunnya
tingkat kelahiran dan kematian, namun penurunan karena kelahiran lebih cepat
daripada penurunan karena kematian. Crude Birth Rate (CBR) turun dari sekitar
21 per 1000 penduduk pada awal proyeksi menjadi 15 per 1000 penduduk pada akhir
periode proyeksi, sedangkan Crude Death Rate (CDR) tetap sebesar 7 per 1000
penduduk dalam kurun waktu yang sama.
Salah satu ciri penduduk Indonesia
adalah persebaran antar pulau dan provinsi yang tidak merata. Sejak tahun 1930,
sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa, padahal luas pulau itu
kurang dari tujuh persen dari luas total wilayah daratan Indonesia. Namun
secara perlahan persentase penduduk Indonesia yang tinggal di Pulau Jawa terus
menurun dari sekitar 59,1 persen pada tahun 2000 menjadi 55,4 persen pada tahun
2025. Sebaliknya persentase penduduk yang tinggal di pulau pulau lain meningkat
seperti, Pulau Sumatera naik dari 20,7 persen menjadi 22,7 persen, Kalimantan
naik dari 5,5 persen menjadi 6,5 persen pada periode yang sama. Selain
pertumbuhan alami di pulau-pulau tersebut memang lebih tinggi dari pertumbuhan
alami di Jawa, faktor arus perpindahan yang mulai menyebar ke pulau-pulau
tersebut juga menentukan distribusi penduduk.
Jumlah penduduk di setiap provinsi
sangat beragam dan bertambah dengan laju pertumbuhan yang sangat beragam pula.
Bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan periode 1990-2000, maka terlihat laju
pertumbuhan penduduk di beberapa provinsi ada yang naik pesat dan ada pula yang
turun dengan tajam (data tidak ditampilkan). Sebagai contoh, provinsi-provinsi
yang laju pertumbuhan penduduknya turun tajam minimal sebesar 0,50 persen
dibandingkan periode sebelumnya (1990-2000) adalah Nanggroe Aceh Darussalam,
Sumatera Selatan, Bengkulu, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Papua.
Sementara, provinsi yang laju pertumbuhannya naik pesat minimal sebesar 0,40
persen dibandingkan periode sebelumnya adalah Lampung, Kep. Bangka Belitung, DKI Jakarta dan
Maluku Utara.[5]
2.2
KETENAGAKERJAAN
UU
No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan merumuskan pengertian istilah
Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada
waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.
Di
atas telah disinggung sedikit tentang pengertian tenaga kerja pada bagian ini
akan kembali dijelaskan bahwa menurut UU 13 Tahun 2003 Tenaga kerja adalah :
“setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau
jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.”
Secara garis besar penduduk di suatu
Negara di bedakan menjadi dua golongan yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga
kerja.ialah penduduk yang berumur di dalam batas usia kerja. Batasan usia kerja
berbeda-beda antara Negara yang satu dengan Negara yang lain.
2.2.1 Konsep dan Definisi
Tenaga kerja (manpower) di pilih
pula dalam dua kelompok yaitu angkatan kerja (labor force)dan bukan angkatan
kerja. Yang termasuk angkatan kerja adalah tenaga tidak kerja atau penduduk
dalam usia kerja yang bekerja, atau mempunyai pekerjaan namun untuk sementara
tidak bekerja, dan mencari pekerjaan. Sedangkan yang termasuk bukan angkatan
kerja (bukan termasuk angkatan kerja ) adalah tenaga kerja atau penduduk dalam
usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak
mencari pekerjaan.[6]
Selanjuutnya, angkatan keerja di
bedakan pula menjadi dua subkelompok yaitu pekerja dan penganggur. Yang di
maksud dengan pekerja ialah oaring- oaring yang mempunyai pekerjaan, dan (saat
di sensus atau di survai) memang sedang bekerja, serta orang yang mempunyai
pekerjaan namun untuk sementara waktu kebutuhan sedang tidak bekerja. Adapun
yang di maksud dengan penganggur ialah orang yang tidak mempunyai pekerjaan,
lengkapnya orang yang tidak bekerja dan ( masih atau sedang) mencari pekerjaan.
Penganggur semacam ini dinyatakan oleh BPS sebagai penganggur terbuka.
Tenaga kerja yang bukan angkatan
kerja dibedakan menjadi tiga subkelompok yaitu penduduk dalam usia kerja yang
sedang bersekolah; mengurus rumah tangga (tanpa mendapatkan upah); serta
penerima pendapatan lain.
Konsep pemilah-milahan penduduk seperti di atas di sebut
pendekatan angkatan kerja (labour force approach), diperkenalkan oleh
international labour organization (ILO). Banyak negate berkembang menerapkan
pendekatan ini. Biro pusat statistik juga menerapkannya untuk memetakan dan
menganalisis ketenaga kerjaan di tanah air. Alternative bagi pendekatan ini
ialah pendekatan pemanfaatan tenaga kerja.perbedaannya pendekatan pertama hanya
sekedar membedakan angkatan kerja atas beekrja dan menganggur, tidak
menguraikan pekerja secara lebih rinci berdasarkan pemanfaatan tenaganya.
2.2.2
Pekerjaan dan Tingkat Upah
Sebaran
pekerjaan angkatan kerja dapat di tinjau dari tiga aspek yaitu :
1. Lapangan pekerjaan
1. Lapangan pekerjaan
2.
Sumber
pekerjaan
3.
Jenis
pekerjaan
Sebaran angkatan kerja berdasarkan lapangan pekerjaan
menggambarkan di sector-sektor produksi apa/mana saja para pekerja menyandarkan
sumber nafkahnya. Sebaran menurut setatus pekerjaan menjelaskan kedudukan
pekerja di dalam pekerjaan yang di miliki atau di lakukannya. Adapun sebaran
menurut jenis pekerjaan menunjukkan kegiatan kongkrit apa yang di kerjakan oleh
pekerja yang bersangkutan.
Lapangan
pekerjaan utama bagi rakyat Indonesia masih di sektor pertanian. Sektor perdagangan dan sector jasa
menempati kedudukan ke dua dan ketiga. Adapun sector industri pengolahan berada
di urutan berikutnya.
Ditinjau menurut setatus dari
pekerjaan utama yang di lakukan hampir sepertiga angkatan kerja yang bekerja
bersetatus sebagai buruh, karyawan, atau pegawai. Upah tertinggi bagi yang
bekerja yang bersetatus karyawan atau buruh adalah di sektor pertambangan.
Tinggi rendahnya uapah dalam bentuk uang bukanlah
satu-satunya faktr yang menentukan tingkat prduktivitas. Sering terdapat
pandangan seakan-akan tingkat upah uang itu merupakan faktor yang tunggal yang
mempengaruhi produktivitas. Berhubung dengan itu dari sudut pengusaha
seolah-olah tenaga kerja dipandang terutama sebagai ongkos produksi. Upah
sebagai harga tenaga kerja hanya dilihat dari sudut permintaan pengusaha akan
tenaga kerja. Perihalharga tenaga kerja (upah) hanya aspek permintaan yang
diutamakan (demand price of labour).[7]
2.2.3 Kebijakan Kependudukan Dan
Ketenagakerjaan
Berbagai kebijaksanaan telah,
sedang, dan atau di tempuh oleh pemerintah dalam upaya mengatasi
masalah-masalah kependudukan dan ketenagakerjaan. Dengan peningkatan kualitas
penduduk dimaksudkan adalah peningkatan kualitas kehidupan dan kemampuan
manusia serta masyarakat Indonesia sebagai pelaku utama dan sasaran
pembangunan. Sedangkan di bidang ketenagakerjaan, penciptaan, dan perluasan
lapangan kerja terus di upayakan terutama melalui peningkatan dan pemerataan
pembangunan industri, pertanian, dan jasa yang mempu menyerap banyak tenaga
kerja serta meningkatkan pendapatan masyarakat.
Pengendalian pertumbuhan penduduk di
tempuh antaralain melalui gerakan keluarga berencana untuk mewujudkan norma
keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera. Dalam
persebaran penduduk program transmigrasi di masa depan lebih di arahkan pada
transmigrasi swakarsa. Pembangunan kependudukan di kaitkan pula pada
pertimbangan pemeliharaan kelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan
hidup, sehingga mobilitas dan persebaran penduduk selaras dengan kesempatan
kerja dan pembangunan daerah.[8]
2.3
PENDIDIKAN
2.3.1 Masalah Pendidikan
Di Indonesia
Memasuki
abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut
bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak
disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikandi Indonesia.
Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendasar.
Salah
satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globslisasi dirasakan kuat dan
terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran
baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di
tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan
kehidupan dengan Negara lain.
Yang kita rasakan sekarang adalah
adanya ketertinggalan di dalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun
informal. Dan hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan Negara
lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya
manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Nampak jelas bahwa masalah yang
serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu
pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun
informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang
menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan
keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.
Ada banyak penyabab mengapa mutu
pendidikan di Indonesia, baik pendidikan formal maupun informal, dinilai
rendah.
2.3.2 Efektivitas Pendidikan Di Indonesia
Pendidikan yang efektif adalah suatu
pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah,
menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen,
guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan
pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.
Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah.
Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah
satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelm
kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan
pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai
gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah terpenting jika kita
menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai
jika kita tidak tahu apa tujuan kita.
Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan
formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya
manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut,
yang terpenting adalah telah melaksanak pendidikan di jenjang yang tinggi dan
dapat dinaggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan
efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunya
kelebihan di bidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan
sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain.
Dalam pendidikan di sekolah menegah misalnya, seseorang yang
mempunyai kelebihan di bidang sosial dan dipaksa mangikuti program studi IPA
akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika dibandingkan
peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan bakat dan
minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan sayangnya
masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan rendahnya efektifitas
pendidikan di Indonesia.
2.3.3 Efisiensi Pendidikan Di
Indonesia
Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu
tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh
lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa
melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita
lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya
bagaiman dapat meraih stendar hasil yang telah disepakati.
Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah
mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu
pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses
pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya
manusia Indonesia yang lebih baik.
Masalah mahalnya biaya pendidikan di
Indonesia sudah menjadi rahasia umum bagi kita. Sebenarnya harga pendidikan di Indonesia relative lebih
randah jika kita bandingkan dengan Negara lain yang tidak mengambil sitem free
cost education. Namun mengapa kita menganggap pendidikan di Indonesia cukup
mahal? Hal itu tidak kami kemukakan di sini jika penghasilan rakyat Indonesia
cukup tinggi dan sepadan untuk biaya pendidiakan.
Jika kita berbiara tentang biaya pendidikan, kita tidak
hanya berbicara tenang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal
atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang properti
pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang ditempuh
untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita pilih. Di sekolah dasar
negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan biaya pengajaran, nemun
peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks
pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya yang ketika kami survey,
hal itu diwajibkan oleh pendidik yang berssngkutan. Yang mengejutkanya lagi,
ada pendidik yang mewajibkan les kepada peserta didiknya, yang tentu dengan
bayaran untuk pendidik tersebut.
Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia,
masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey lapangan, dapat kami
lihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama jika
dibandingkan Negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah misalnya,
ada sekolah yang jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan
diakhiri sampai pukul 16.00.. Hal tersebut jelas tidak efisien, karena ketika
kami amati lagi, peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal yang
menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik yang mengikuti lembaga
pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan sebagainya. Jelas
juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga,
Karena peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi
pendidikan formal yang dinilai kurang.
Sistem pendidikan yang baik juga
berperan penting dalam meningkatkan efisiensi pendidikan di Indonesia. Sangat
disayangkan juga sistem pendidikan kita berubah-ubah sehingga membingungkan
pendidik dan peserta didik.
2.3.4 Standarsisasi Pendidikan Di Indonesia
Dunia pendidikan terus berudah.
Kompetensi yang dibutuhkan oleh masyarakat terus-menertus berunah apalagi di
dalam dunia terbuka yaitu di dalam dunia modern dalam ere globalisasi.
Kompetendi-kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang dalam lembaga pendidikan
haruslah memenuhi standar.
Seperti yang kita lihat sekarang
ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat
hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur
oleh standar dan kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga
dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi
tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP)
Peserta
didik Indonesia terkadang hanya memikirkan bagaiman agar mencapai standar
pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat
digunakan. Tidak perduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau lebih
spesifiknya nilai yang diperoleh, yang terpentinga adalah memenuhi nilai di
atas standar saja.
Hal seperti di atas sangat disayangkan karena berarti
pendidikan seperti kehilangan makna saja karena terlalu menuntun standar
kompetensi. Hal itu
jelas salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.
2.4 KESEHATAN
2.4.1
Masalah Kesehatan Masyarakat di
Indonesia
Dewasa ini di Indonesia terdapat beberapa masalah kesehatan
penduduk yang masih perlu mendapat perhatian secara sungguh-sungguh dari semua
pihak antara lain: anemia pada ibu hamil, kekurangan kalori dan protein pada
bayi dan anak-anak, terutama di daerah endemic, kekurangan vitamin A pada anak,
anemia pada kelompok mahasiswa, anak-anak usia sekolah, serta bagaimana
mempertahankan dan meningkatkan cakupan imunisasi. Permasalahan tersebut harus
ditangani secara sungguh-sungguh karena dampaknya akan mempengaruhi kualitas
bahan baku sumber daya manusia Indonesia di masa yang akan datang. Perubahan
masalah kesehatan ditandai dengan terjadinya berbagai macam transisi kesehatan
berupa transisi demografi, transisi epidemiologi, transisi gizi dan transisi
perilaku. Transisi kesehatan ini pada dasarnya telah menciptakan beban ganda
(double burden) masalah kesehatan.
1. Transisi demografi, misalnya mendorong peningkatan usia
harapan hidup yang meningkatkan proporsi kelompok usia lanjut sementara masalah
bayi dan BALITA tetap menggantung.
2. Transisi epidemiologi, menyebabkan beban ganda atas
penyakit menular yang belum pupus ditambah dengan penyakit tidak menular yang
meningkat dengan drastis.
3. Transisi
gizi, ditandai dengan gizi kurang dibarengi dengan gizi lebih.
4. Transisi
perilaku, membawa masyarakat beralih dari perilaku tradisional menjadi modern
yang cenderung membawa resiko. Masalah kesehatan tidak hanya ditandai dengan
keberadaan penyakit, tetapi gangguan kesehatan yang ditandai dengan adanya
perasaan terganggu fisik, mental dan spiritual.
Gangguan pada lingkungan juga
merupakan masalah kesehatan karena dapat memberikan gangguan kesehatan atau
sakit. Di negara kita mereka yang mempunyai penyakit diperkirakan 15% sedangkan
yang merasa sehat atau tidak sakit adalah selebihnya atau 85%. Selama ini
nampak bahwa perhatian yang lebih besar ditujukan kepada mereka yang sakit.
Sedangkan mereka yang berada di antara sehat dan sakit tidak banyak mendapat
upaya promosi. Untuk itu, dalam penyusunan prioritas anggaran, peletakan
perhatian dan biaya sebesar 85 % seharusnya diberikan kepada 85% masyarakat
sehat yang perlu mendapatkan upaya promosi kesehatan. Dengan adanya tantangan
seperti tersebut di atas maka diperlukan suatu perubahan paradigma dan konsep
pembangunan kesehatan.
2.4.2
Strategi Paradigma Kesehatan
Dalam perkembangan kebijaksanaan pembangunan kesehatan maka
memasuki era reformasi untuk Indonesia baru telah terjadi perubahan pola pikir
dan konsep dasar strategis pembangunan kesehatan dalam bentuk paradigma sehat.
Sebelumnya pembangunan kesehatan cenderung menggunakan paradigma sakit dengan
menekankan upaya-upaya pengobatan (kuratif) terhadap masyarakat Indonesia.
Perubahan paradigma kesehatan dan pengalaman kita dalam menangani masalah
kesehatan di waktu yang lalu, memaksa kita untuk melihat kembali prioritas dan
penekanan program dalam upaya meningkatkan kesehatan penduduk yang akan menjadi
pelaku utama dan mempertahankan kesinambungan pembangunan. Indonesia menjadi
sumber daya manusia sehat-produktif-kreatif, kita harus berfikir dan agak
berbeda dengan apa yang kita lakukan sekarang. Kita perlu re-orientasi dalam
strategi dan pendekatan. Pembangunan penduduk yang sehat tidak bisa dilakukan
melalui pengobatan yang sedikit saja. Perubahan paradigma dan re-orientasi
mendasar yang perlu dilakukan adalah paradigma atau konsep yang semula
menekankan pada penyembuhan penyakit berupa pengobatan dan meringankan beban
penyakit diubah ke arah upaya peningkatan kesehatan dari sebagian besar
masyarakat yang belum jatuh sakit agar bias lebih berkontribusi dalam pembangunan.
Dalam UU kesehatan RI No. 23 tahun 1992 telah dimasukkan
unsur hidup produktif sosial dan ekonomi. Definisi terkini yang dianut di
beberapa negara maju seperti Kanada yang mengutamakan konsep sehat produktif. Sehat adalah
sarana atau alat untuk hidup sehari-hari secara produktif.
Adapun faktor-faktor yang dapat menggambarkan masih
rendahnya tingkat kesehatan di Indonesia adalah:
a) Banyaknya
lingkungan yang kurang sehat.
b) Penyakit
menular sering terjadi.
c)
Gejala
kekurangan gizi sering dialami penduduk.
Usaha-usaha pemerintah untuk meningkatkan kualitas
kesehatan penduduk Indoensia, yaitu:
1.
Melaksanakan program perbaikan gizi.
2.
Perbaikan lingkungan hidup dengan cara
mengubah perilaku sehat penduduk, serta melengkapi sarana dan prasarana
kesehtan.
3.
Penambahan jumlah tenaga medis seperti
dokter, bidan, dan perawat.
4.
Pencegahan dan pemberantasan penyakit
menular.
5.
Pembangunan puskesmas dan rumah sakit.
6.
Penyediaan air bersih.
7.
Pembentukan posyandu (pos Pelayan
terpadu)
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Masalah penduduk sebenarnya sangat kompleks, banyak sekali
aspek yang mencakup didalamnya, diantara aspek pangan, pemukiman,
sandang, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, lingkungan hidup, dan
sebagainya. Maka pertumbuhan penduduk biasanya menimbulkan masalah-masalah
seperti : struktur umur muda, jumlah pengangguran yang semakin lama semakin
serius, urbanisasi dan sebagainya.
Ada 3 ciri yang menandai
perkembangan dan permasalahan kependudukan Indonesia dewasa ini. Yaitu laju
pertumbuhan penduduk yang masih perlu diturunkan, penyebaran penduduk antar
daerah yang kurang seimbang, serta kualitas kehidupan penduduk yang perlu
ditingkatkan. Untuk itu pemerintah juga harus lebih meningkatkan dan
menciptakan lapangan pekerjaan sehingga tidak ada angka pengangguran yang lebih
meningkat.
Semakin pentingnya penyediaan lapangan kerja agar perekonomian dapat
memanfaatkan secara maksimal besarnya porsi penduduk usia produktif. Dan lebih
penting lagi, bila tingkat pendidikan secara umum diasumsikan terus membaik,
dimana hal tersebut akan sangat bermanfaat untuk tujuan percepatan maupun
perluasan pembangunan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Wajah
Perekonomian Indonesia dan Prospeknya, Direktorat Jenderal Informasi dan
Komunikasi Publik. Hal-68
Berita resmi
statistik Badan Pusat Statistik No. 33/05/Th.XIII, 10 Mei 2010
Sumber:
Diektorat Analisis Dampak Kependudukan, BKKBN,
tanggal 14 April 2015)
Sumber:
Sumitro Djojohadikusumo. Ekonomi Pembangunan, Jakarta, 1955 (Hal. 174).
Dumairy,
1997.Perekonomian indonesia, Penerbit Erlangga, Jakarta.
https://sayapbarat.wordpress.com/2007/08/29/masalah-pendidikan-di-indonesia/
[1] Sumber: Wajah Perekonomian Indonesia dan Prospeknya, Direktorat
Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik. Hal-68
Catatan: Pekerja miskin didefinisikan
sebagai mereka yang berada di angkatan kerja yang memiliki pekerjaan, namun
penghasilannya tidak memadai untuk membawa mereka dan keluarganya keluar dari
kemiskinan.
Rasio ketergantungan berbasis usia dapat
didefinisikan sebagai total penduduk dalam kelompok usia tidak aktif (khususnya
dibawah 15 dan diatas 65) dibagi oleh total penduduk usia kerja, khususnya
berusia 15-65 tahun. Rasio ketergantungan actual bergantung juga pada angka
partisipasi angkatan kerja dari penduduk usia kerja dan dapat dihitung sebagai
(penduduk total – angkatan kerja)/ angkatan kerja.
[5] http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/919/934/ (diakses pada tanggal 14 April 2015)
[7] Sumber: Sumitro Djojohadikusumo. Ekonomi Pembangunan, Jakarta, 1955
(Hal. 174)
Masalah penduduk sebenarnya sangat kompleks, banyak sekali aspek yang mencakup didalamnya, diantara aspek pangan, pemukiman, sandang, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, lingkungan hidup, dan sebagainya. Maka pertumbuhan penduduk biasanya menimbulkan masalah-masalah seperti : struktur umur muda, jumlah pengangguran yang semakin lama semakin serius, urbanisasi dan sebagainya. Baca Juga: Negara Penduduk Terbanyak Ada 3 ciri yang menandai perkembangan dan permasalahan kependudukan Indonesia dewasa ini. Yaitu laju pertumbuhan penduduk yang masih perlu diturunkan, penyebaran penduduk antar daerah yang kurang seimbang, serta kualitas kehidupan penduduk yang perlu ditingkatkan. Untuk itu pemerintah juga harus lebih meningkatkan dan menciptakan lapangan pekerjaan sehingga tidak ada angka pengangguran yang lebih meningkat.
BalasHapus