Senin, 22 Desember 2014

Perbandingan Antara Lembaga Keuangan Berbasis Syariah dengan Lembaga Keuangan Konvensional



Perbandingan Antara Lembaga Keuangan Berbasis Syariah dengan Lembaga Keuangan Konvensional
    A. Perbandingan dilihat dari sisi etimologi, epistimologi, dan aksiologi
 Kata Bank berasal dari kata banque dalam bahasa Prancis, dan dari banco dari bahasa Itali, yang berarti peti/lemari atau bangku. Kata peti atau lemari sebagai isyarat fungsi untuk tempat penyimpanan benda-benda berharga, seperti peti uang, peti emas atau yang lainya.  Secara umum pengertian Bank Islam (Islamic Bank) adalah bank yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Saat ini banyak istilah yang diberikan untuk menyebut entitas Bank Islam selain istilah Bank Islam itu sendiri, yakni Bank Tanpa Bunga (Interest-Free Bank), Bank Tanpa Riba (Lariba Bank), dan Bank Syari’ah (Shari’a Bank).
Lembaga keuangan konvensional adalah lembaga keuangan yang mengumpulkan dana masyarakat atau menerima simpanan uang dari masyarakat yang kemudian akan disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan dana dalam bentuk kredit atau peminjaman uang, dan juga menerbitkan promes (banknote) demi meningkatkan taraf hidup masyarakat luas.

Dari segi ontologi, tujuan pendirian bank-bank Islam di Indonesia maupun di seluruh dunia adalah mengikuti perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya, khususnya memungut riba dalam pinjam-meminjam. Ini berbeda dengan tujuan pendirian bank-bank konvensional, yaitu menyediakan pinjaman dengan menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan ke masyarakat yang membutuhkan. Dengan kata lain, bank konvensional adalah lembaga perantara keuangan. Tujuan lebih lanjut adalah mendorong pertumbuhan ekonomi dan bisnis dengan memanfaatkan simpanan masyarakat yang memiliki dana surplus setelah dikurangi konsumsi.
Maka, dari segi aksiologi, bank syariah, yang semula disebut bank Islam, didirikan untuk menerapkan hukum Islam, sedangkan bank konvensional untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Secara epistemologi, pengelolaan bank konvensional berpedoman pada manajemen perbankan. Akan tetapi, dalam bank syariah, manajemen perbankan harus mengikuti hukum-hukum syariah. Itu sebabnya bank syariah memiliki lembaga pengawasan, disebut Dewan Syariah, dibentuk oleh otoritas keagamaan, Majelis Ulama Indonesia atau di Malaysia, Dewan Ugama
Mengingat motifnya bukan bisnis, pernah ada yang mengatakan, bank syariah akan sulit berkembang, tetapi kenyataan menunjukkan sebaliknya.  
Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan bank kovensional justru kebalikannya. Hal inilah yang menjadi perbedaan yang sangat mendalam terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh bank syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga maka sistem yang dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk bagi hasil. Dengan demikian sebenarnya semua jenis transaksi perniagaan melalu bank syariah diperbolehkan asalkan tidak mengandung unsur bunga (riba). Riba secara sederhana berarti sistem bunga berbunga atau compound interest dalam semua prosesnya bisa mengakibatkan membengkaknya kewajiban salah satu pihak seperti efek bola salju pada cerita di awal artikel ini. Sangat menguntungkan saya tapi berakibat fatal untuk banknya. Riba, sangat berpotensi untuk mengakibatkan keuntungan besar disuatu pihak namun kerugian besar dipihak lain, atau malah ke dua-duanya.

     B. Perbandingan dilihat dari mekanismenya (operasionalnya)

  •  Mekanisme lembaga keuangan syariah

Lembaga Keuangan Syariah, dalam setiap transaksi tidak mengenal bunga, baik dalam menghimpun tabungan investasi masyarakat ataupun dalam pembiayaan bagi dunia usaha yang membutuhkannya. Menurut Dr. M. Umer Chapra , penghapusan bunga akan menghilangkan sumber ketidakadilan antara penyedia dana dan pengusaha. Keuntungan total pada modal akan dibagi di antara kedua pihak menurut keadilan. Pihak penyedia dana tidak akan dijamin dengan laju keuntungan di depan meskipun bisnis itu ternyata tidak menguntungkan.
 Sistem bunga akan merugikan penghimpunan modal, baik suku bunga tersebut tinggi maupun rendah. Suku bunga yang tinggi akan menghukum pengusaha sehingga akan menghambat investasi dan formasi modal yang pada akhirnya akan menimbulkan penurunan dalam produktivitas dan kesempatan kerja serta laju pertumbuhan yang rendah. Suku bunga yang rendah akan menghukum para penabung dan menimbulkan ketidakmerataan pendapatan dan kekayaan, karena suku bunga yang rendah akan mengurangi rasio tabungan kotor, merangsang pengeluaran konsumtif sehingga akan menimbulkan tekanan inflasioner, serta mendorong investasi yang tidak produktif dan spekulatif yang pada akhirnya akan menciptakan kelangkaan modal dan menurunnya kualitas investasi.
Dalam membangun sebuah usaha, salah satu yang dibutuhkan adalah modal. Modal dalam pengertian ekonomi syariah bukan hanya uang, tetapi meliputi materi baik berupa uang ataupun materi lainnya, serta kemampuan dan kesempatan. Salah satu modal yang penting adalah sumber daya insani yang mempunyai kemampuan di bidangnya.

  •   Mekanisme lembaga keuangan konvensional

Kegiatan usaha bank dalam melakukan penghimpunan dana masyarakat maupun dalam penyaluran dana dilakukan melalui produksi jasa keuangan. Hal ini karena produksi jasa keuangan dan bank dapat memoengaruhi perbedaan uang di masyarakat, serta berpengaruh terhadap perekonomian. Oleh karena itu, produksi jasa keuangan bank diatur oleh peraturan yang sifatnya mengikat dalam kegiatan oprasional bank, sehingga dapat memberikan keamanan bagi masyarakat dalam menyimpan dananya maupun bagi stabilitas ekonomi nasional.
Dalam kehidupan moderen seperti sekarang ini, umat islam hampir tidak dapat menghindari diri dari bermuamalah dengan bank konvensional, yang memakai sistem bunga dalam segala aspek kehidupanya, termasuk kehidupan agamnya. Misalnya, ibadah haji di indonesia, umat islam harus memakai jasa bank. Tanpa jasa bank, perekonomian indonesia tidak selancar dan semaju seperti sekarang ini. Para ulama dan cendikiawan muslim masih tetap berbeda pendapat tentang hukum bemuamalah dengan bank konvensional dan hukum bunga bank.
Maka dari itu dengan sistem yang seperti ini kita sebagai penerus bangsa indonesia terutama umat islam kita harus meneapkan prinsip-prinsip islam dalam bank, dan sekrang-sekarang ini banyak muncul bank-bank yang berbasis syariah akan tetapi belum begitu sempurna dengan menggunakan prinsip-prinsip syariah ada terdapat beberapa yang tidak sesuai dengan cara kerja yang semestinya harus ada di bank syariah, maka dari itu kita sebagai mahasiswa yang sedang mendalami ekonomi syariah harus merubahnya dengan prinsip syariah yang sebenarnya, supaya umat islam percaya bahwa di bank syariah lebih enak dan tidak merugikan karena dalam lembaga keuangan syariah tidak adanya sistem buga akan tetapi dalam lembaga keuangan syariah ada sistem bagi hasil.

     C. Perbandingan dilihat dari motifnya


Motif lembaga keuangan syariah:
1.   Mengembangkan lembaga keuangan syariah (bank dan non bank syariah) yang sehat berdasarkan efisiensi dan keadilan, serta mampu meningkatkan partisipasi masyarakat banyak, sehingga menggalakkan usaha-usaha ekonomi rakyat, antara lain memperluas jaringan lembaga keuangan syariah ke daerah-daerah terpencil. 
2.  Meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat bangsa Indonesia, sehingga dapat mengurangi kesenjangan ekonomi. Dengan demikian akan melestarikan pembangunan nasional yang antara lain:  Meningkatkan kualitas dan kuantitas usaha, meningkatkan kesempatan kerja, meningkatkan penghasilan masyarakat banyak.
3.   Meningkatkan pasrtisipasi masyarakat banyak dalam proses pembangunan, terutama dalam bidang ekonomi keuangan yang selama ini diketahui masih banyak masyarakat yang enggan berhubungan dengan bank ataupun lembaga keuangan lainnya.
4.  Mendidik dan membimbing masyarakat untuk berpikir secara ekonomi, berperilaku bisnis dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
Motif lembaga keuangan konvensional:


        Usaha utama bank umum adalah untuk funding yaitu menghimpin dana dari masyarakat luas, kemudian diputarkan kembali atau dijualkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan istilah kredit. Dalam penghimpunan dana, penabung diberikan jasa dalam bentuk bunga simpanan. Sementara dalam pemberian kredit, penerima (debitur) dikenakan jasa pinjaman dalam bentuk bunga dan biaya administrasi.