Selasa, 28 Oktober 2014

Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam



PEMBAHASAN

2. 1 ISLAM DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN EKONOMI
A.  Islam Sebagai Sistem Hidup (way of life)
Dalam islam, prinsip utama dalam hidup umat manusia adalah Allah SWT, merupakan zat Maha Esa. Ia adalah satu-satunya tuhan dan pencipta seluruh alam semesta, sekaligus pemilik, penguasa serta pemelihara tunggal hidup dan kehidupan seluruh makhluk yang tiada bandingan baik di dunia dan akhirat. Sementara itu, manusia makhluk Allah SWT yang di ciptakan dalam bentuk yang paling baik sesuai dengan wujud manusia dalam kehidupan di dunia ini, manusia mempunyai kewajiban untuk menciptakan suatu masyarakat yang hubungannya dengan Allah, baik kehidupan masyarakatnya, harmonis serta agama, akal, dan budanyanya terpelihara.
B.  Kedudukan Akal Dalam Islam Serta Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Dalam pemikiran Islam akal merupakan daya bergikir yang terdapat dalam jiwa manusia, yaitu daya memperoleh pengetahuan dengan memperhatikan alam sekitar, seperti halnya Al-Qur’an. Rasululloh juga menempatkan ajaran berfikir dan mempergunakan akal sebagai ajaran yang jelas dan tegas. Kedua nash tersebut menunjukkan bahwa akal mempunyai kedudukan yang sangat penting dan tinggi dalam ajaran agama islam.
C.  Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Berbagai praktik dan kebijakan ekonomi yang berlangsung pada masa Rasululloh SAW, dan Al-Khalifa’ Al-Raasyidun merupakan contoh empirls yang di jadikan pijakan bagi para cendikiawan muslim dalam melahirkan teori-teori ekonominya. Shidiqi menguraikan sejarah pemikiran ekonomi islam dalam tiga fase, yaitu:
1.   Fase Pertama
Fase pertama merupakan fase abad awal sampai dengan abad ke-5 H arau 11 M. yang dikenal sebagai fase dasar-dasar ekonomi islam yang di rintis oleh para fukaha, di ikuti oleh sufi dan kemudian oleh filosof.

Tokoh-tokoh pemikir ekonomi Islam pada fase pertama ini antara lain :
a.  Zaid bin Ali.
Cucu Imam Husain ini merupakan salah seorang fukaha yang paling terkenal di Madinah dan guru dari seorang ulama terkemuka, Abu Hanifah. Zaid bin Ali berpandangan bahwa tranksaksi secara kredit meruapakan transaksi yang wajar dan dibenarkan selama transaksi tersebut dilakukan karena saling ridha diantara kedua belah pihak.
b.  Abu Hanifah
Abu Hanifah merupakan seorang fuqaha terkenal yang juga seorang pedagang dari Kufah.yang ketika itu merupakan pusat aktifitas perdagangan dan perekonomian yang sedang maju dan berkembang. Semasa hidupnya,salah satu transaksi yang sangat popular adalah salam ,yaitu menjual barang akan dikirim kemudian sedangkan pembayaran di lakukan secara tunai pada waktu yang di sepakati. Abu Hanifah meragukan keabsahan akad tersebut yang dapat mengarah kepada perselisihan.Ia menghilangkan perselisihan ini dengan cara merinci lebih khusus apa yang harus di ketahui dan dinyatakan dengan jelas di dalam akad,seperti jenis komoditi, mutu dan kuantitas serta waktu dan tempat pengiriman.
c.  Abu Yusuf
Abu Yusuf telah meletakkan prinsip – prinsip yang jelas, yang berabad – abad kemudian dikenal oleh para ahli ekonomi  sebagai canons of taxation.
Abu Yusuf dengan keras menentang pajak pertanian, menentang penetapan harga, dan menyarankan pengendalian harga (tas’ir). Kekuatan utama Abu Yusuf adalah masalah keuangan publik.
 d.  Muhammad bin Hasan Al – Syaibani.
Risalah kecilnya yang berjudul al – kitab fi ar – Mustathab membahas pendapatan dan belanja rumah tangga.Iajuga menguraikan perilaku konsumsi seorang muslim yang baik serta keutamaan orang yang suka berderma dan tidak suka meminta-minta. Al syaibani mengklasifikasikan jenis pekerjaan ke dalam empat hal, yakni ijaroh (sewa-menyewa), tijaroh (perdagangan), zira’ah (pertanian), dan shinaa’ah (industri) cukup menarik untuk di catat bahwa ia menilai pertanian sebagai lapangan pekerjaan yang terbaik, padahal masyarakat  lebih tertarik berdagang dan berniaga pada saat itu.
Secara umum, pandangan-pandangan Al – syaibani yang tercermin dari berbagai karyanya cenderung berkaitan dengan aktifitas perilaku ekonomi seorang muslim sebagai individu.
e.   Ibnu Miskawaih
Salah satu pandangan Ibnu Miskawaih yang terkaid dengan aktifirtas ekonomi adalah tentang pertukaran dan peranan uang .Ia manyatakan bahwa manusia mahluk sosial dan tidak bisa hidup sendiri,untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia bekerja sama  dan saling membantu dengan sesamanya.Oleh karena itu ,mereka akan menuntut kompensasi yang pantas. Dalam hal ini dinar akan menjadi suatu penilaian dan penyeimbang di antara keduanya. Ia menegaskan bahwa logam yang dapat di jadikan sebagai mata uang adalah logam yang dapat di terima secara universal melalui konvensi, yakni tahan lama, mudah dibawa, tidak rusak, dikehendaki orang dan fakta orang menyukainya.
2.  Fase kedua
Fase kedua dimulai pada abad ke-11 sampai dengan 15 M di kenal sebagai yang cemerlang karena meninggalkan warisan intelek tual yang sangat kaya. Para cendekiawan muslim mampu menyusun suatu konsep tentang bagaimana umat melaksanakan kegiatan ekonomi yang seharusnya berlandaskan Al-Qur’an dan hadits mereka menghadapai realitas politik yang di tandai oleh dua hal :
Pertama, di sintegrasi pusat kekuasaan bani abbasiyah dan terbaginya kerajaan ke dalam beberapa kekuatan regional yang mayoritas di dasarkan pada kekuatan (power) ketimbang kehendak rakyat.
Kedua, merebaknya korupsi di kalangan para penguasa diiringi dengan dekadensi moral di kalangan masyarakat yang mengakibatkan terjadinya ketimpangan antara si kaya dan si miskin.
Tokoh-tokoh pemikir ekonomi islam pada fasi ini:
a.   Al-Ghozali.
Fokus utama perhatian al-Ghazali tertuju pada perilaku individual yang dibahas secara rinci dengan merujuk pada al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ sahabat dan tabi’in serta pandangan para sufi terdahulu seperti Junaid al-Baghdadi, Dzun Nun al-Mishr dan Harist bin Asad al-Muhasibi. Menurutnya, seseorang harus memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya dalam kerangka melaksanakan kewajiban beribadah kepada Allah SWT.Seluruh aktivitas kehidupannya, termasuk ekonomi, harus dilaksanakn sesuai dengan syari’ah Islam.Ia tidak boleh bersidat kikir dan di sisi lain tidak boleh bersifat boros.
Al-Ghazali berpendapat bahwa penguasa harus menjamin kesejahteraan dan kenyamanan warganya, apabila ada diantara rakyatnya  yang kekuarangan dan kurang mampu dalam membiayai kehidupannya, maka para penguasa hendaknya memberikan pertolongan. Dalam hal pajak, al-Ghazali menoleransi pengenaan pajak jika pengeluaran utnuk pertahanan dan sebagainya tidak tercukupi dari kas negara yang telah tersedia.Bahkan, jika hal yang demikian itu terjadi maka Negara diperkenankan melakukan pinjaman.
b.  Ibnu Taimiyah.
Focus perhatian Ibnu Taimiyah terletak pada masyarakat, fondasi moral dan bagaiamana mereka harus membawakan dirinya sesuai dengan syari’ah Islam. Ia juga mendiskusikan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan perilaku ekonomi individu dalam konteks hidup bermasyarakat, seperti akad dan upaya menaatinya, harga yang wajar dan adil, pengawasan pasar, keuangan Negara, dan peranan Negara dalam pemenuhan kebutuhan hidup rakyatnya. Dalam transaksi ekonomi, focus perhatian Ibnu Taimiyah tertuju pada keadilan yang hanya dapat terwujud jika semua akad berdasarkan pada kesediaan menyepakati dari semua pihak.
c.   Al-Maqrizi.
Al-Maqrizi melakukan studi khusus tentang uang dan kenaikan harga-harga yang terjadi secara periodic dalam keadaan kelaparan dan kekeringan.Selain kelangkaan pangan secara alami oleh kegagalan hujan, Al-Maqrizi Mengidentifikasikan tiga sebab dari peristiwa ini ,yaitu korupsi dan administrasi yang buruk, beban pajak yang berat terhadap para pengarap dan kenaikan pasokan mata uang fulus.Al-Maqrizi menegaskan bahwa uang emas dan perak merupakan satu-satunya mata uang yang dapat di jadikan standar nilai sebagaimana yang telah di tentukan syariah, sedangkan penggunaan fulus sebagai mata uang dapat menimbulkan kenaikan harga-harga.Menurut Al-maqrizi,fulus dapat di terima sebagai mata uang jika di batasi penggunaanya,yakni hanya untuk transaksi yang bersekala kecil.


3.  Fase Ketiga
Dimulai pada tahun 1446 hingga 1932 M, merupakan fase tertutupnya pintu istihad yang mengakibatkan fase di kenal sebagai fase stagnasi. Pada fasi ini, para fukaha hanya menulis catatan para pendahulunya dang mengluarkan fatwa yang sesuai dengan aturan standar bagi masing-masing mazhab. Tokoh-tokoh pemikir ekonomi islam pada fase ini oleh Jamaludin Al Afgani (w 1315 H/ 1897 M), Muhammad Abduh (w 1320 H/ 1905 M), dan Muhammad Iqbal (w 1357 H/ 1938 M).

2.2  SISTEM EKONOMI DAN FISIKAL PADA MASA PEMERINTAHAN RASULULLAH SAW
Sebelum islam datang situasi kota yastrib sangat tidak menentu karena tidak mempunyai pemimpin yang berdaulat oleh karena itu, beberapa kelompok penduduk kota yastrib berinisiatif menemui nabi Muhammad SAW yang terkenal dengan sifat al-amin. Untuk memintanya agar menjadi pemimpin mereka dalam catatan sejarah pertemuan  tersebut berlangsung dua kali, yakni pada tahun 12 kenabian yang dikenal sebagai Aqabah kedua. Nabi Muhammad hijrah dari kota mekkah ke yastrib di kota yang bertanah subur ini Rasululloh di sambut dengan hangat sejak saat itu kota yastrib berubah nama menjadi kota madinah. Madinah merupakan Negara yang baru terbentuk dan tidak memiliki harta warisan sedikitpun oleh karena itu Rasululloh memikirkan jalan untuk mengubah keadaan secara perlahan tanpa tergantung pada factor keuangan, strategi yang dilakukan Rasululloh adalah melakukan langkah-langkah.
1.  Membangun Mesjid.
2.  Merehabilitasi kaum muhajirin.
3.  Membuat kontitusi Negara.
4.   Melakukan dasar-dasar system keuangan Negara
A.  Sistem Ekonomi
Prinsif pokok tentang kebijakkan ekonomi Islam yang dijelaskan al-Qur’an dalah sbagai berikut:
1.   Allah swt adalah penguasa tertinggi sekaligus pemilik absolute seluruh alam semesta.
2.   Manusia hanyalah khalifah Allah Swt dimuka bumi bukan pemilik yang sebenarnya.
3.   Semua yang dimiliki  dan didapatkan manusia adalah atas rahmat Allah Swt.
4.   Kekayaan harus diputar dan tidak boleh ditimbun.
5.   Ekspoitasi ekonomi dalam segala bentuknya termasuk riba, harus dihilangkan.
6.   Menetapkan dalam bentuk sedekah, hak yang bersifat wajib maupun sukarela,
B.  Keuangan Dan Pajak
1.  Sumber-Sumber Pendapatan Negara
Setelah turunnya sural Al Anfal (rampasan perang) pada tahun kedua hijriah menentukan tata cara pembagian harta qhanimah dengan formulasi sebagai berikut :
a.  Seperlima bagian untuk Allah dan Rasulnya dan untuk para kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan para musafir. Bagian seperlima ini di kenal dengan istilah khums
b.  Empat perlima bagian lainnya di bagikan kepada para anggota pasukan yang terlibat dalam peperangan pada masa Rasululloh SAW. Zakat di kenakan pada hal-hal sebagai berikut:
Ø Benda logam yang terbuat dari emas seperti : koin, perkakas, perhiasan.
Ø Benda logam terbuat dari perak seperti : koin, perkakas, perhiasan.
Ø Binatang ternak seperti : unta, sapi, kambing, dan domba.
Ø Berbagai jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan.
Ø Hasil pertanian termasuk buah-buahan dll.
Beberapa sumber pendapatan yang bersifat tambahan (sekuder) di antaranya:
a)    Ulang tebusan para tawanan perang, khususnya perang badar.
b)    Pinjaman-pinjaman untuk pembayaran diyat kaum muslimin.
c)    Khumsz atas rikaz atau harta karun.
d)   Zakat fitrah.
e)    Wakaf dll.
  1. Sumber-Sumber Pengeluaran Negara
Pengeluaran Negara pada masa pemerintahan Nabi Muhammad Saw adalah :
a.   Primer
1)      biaya tambahan seperti persenjataan. Unta, dan persediaan.
2)      penyaluran zakat dan ushr kepada yang berhak menerimanya menurut ketentuan al-Qur’an termasuk para pemungut zakat.
3)      pembayaran gaji untuk wali, qadi, guru, imam, muadzin, pejabat Negara lainnya.
4)      pembayaran utang Negara.
5)      bantuan untuk musafir.
b.  sekunder
a).   Bantuan untuk orang yang belajar agama di madina.
b).  Hiburan untuk para delegasi keagamaan.
c).  Hiburan untuk para utusan suku serta biaya perjalanan mereka.
d).  Hadiah untuk pemerintah lain.
e).   Dan lain sebagainya.
C.    Baitul Mal
Dalam Negara islam tampak kekuasaan di padang sebagai sebuah amanah yang harus dilaksanakan sesuai dengan perintah Al-Qur’an. Hal ini di praktekan oleh Rasululloh SAW, sebagai seorang kepala Negara yang baik dan benar.
Tempat pengumpulan harta di sebut Baitul Mal atau bendahara Negara. Pada masa Rasululloh Baitul Mal terletak dimasjid Nabawi yang di gunakan sebagai kantor pusat Negara sekaligus berfungsi sebagai tempat tinggal Rasululloh SAW.

2.3  SISTEM EKONOMI DAN FISIKAL PEMERINTAH AL-KHULAFA’ AR-RASYIDIN
A.    Pemerintah Khlifah Abu Bakar Al-Shiddiq
Dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan umat islam, khlifah abu bakar al-shidiq melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi seperti yang telah di praktikan Rasululloh SAW, ia sangat memperhatikan keakuratan perhitungan zakat, sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan pembayaran. Hasil pengumpulan zakat dijadikan sebagai pendapatan Negara dan disimpah dalam baitul mal untuk langsung didistribusikan seluruhnya kepada kaum muslim sehingga tidak ada yang tersisa. Abu baker juga melaksanakan kebijakan pembagian tanah hasil taklukan, dan mengambil alih tanah-tanah dari orang-orang murtad untuk kemudia dimanfaatkan demi kepentingan umat islam secara keseluruhan.
Dalam mendistribusikan harta baitul mal, abu bakar menerapkan prinsip kesamarataan, yakni memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat Rasululloh SAW. Dengan demikian, selama masa pemerintahan abu bakar harta baitul mal tidak pernah menumpuk karena langsung didistribusikan kepada seluruh kaum muslimin.
B.     Pemerintahan Khlifah Umar Ibn-Khattab
Berdasarkan hasil musyawarah, ia menunjuk umar ibn khatab sebagai khlifah islam yang ke dua. Setelah menjadi khlifah umar bin khatab menyebut dirinya sebagai khlifah khalifati Rasululloh dan ia juga memperkenalkan istilah amir al-mu’minin.
  1. Pendirian Lembaga Baitul Mal
Pembangunan institusi baitul mal yang dilengkapi dengan system administrasi yang tertata baik dan rapi merupakan kontribusi terbesar yang diberikan oleh khlifah umar bin khattab kepada dunia islam dan kaum muslimin, khlifah umar memutuskan untuk tidak mendistribusikan harta baitul mal, tetapi disimpan sebagai cadangan, baik untuk keperluan darurat, pembayaran gaji para tentara maupun yang lainnya. Bangunan baitul mal pertama kali didirikan dengan madinah sebagai pusatnya. Khlifah umar menunjuk abdulloh ibn ubaid al-qari sebagai bendahara Negara dengan muayqab sebagai wakilnya. Baitul mal berfungsi sebagai pelaksana kebijakan fisikal Negara islam. Untuk mendistribusikan harta baitul mal, khlifah umar mendirikan beberapa departemen seperti:
a.    Departemen pelayanan militer, departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada orang-orang yang terlibat dalam peperangan.
b.    Departemen kehakiman dan ekskutif, departemen ini bertanggung jawab terhadap pembayaran gaji para hakim dan pejabat ekskutif.
c.    Departemen pendidikan dan pengembangan islam, departemen ini mendistribusikan bantuan dana bagi penyebar dan pengembangan ajaran islam seperti, guru dan juru dakwah.
d.   Departemen jaminan sosial, departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada seluruh fakir miskin dan orang-orang yang menderita.
  1. Kepemilikan Tanah
Khlifah umar menerapkan beberapa peraturan sebagai berikut :
a)    Wilayah irak yang di taklukan dengan kekuatan menjadi milik muslim dan kepemilikan ini tidak bias di ganggu gugat sedangkan bagian wilayah yang berada di bawah perjanjian damai tetap di miliki oleh pemilik sebelumnya.
b)   Kharaj dibebankan kepada semua tanah yang berada dibawah kategori pertama, meskipun pemilik tanah tersebut memeluk agama islam.
c)    Bekas pemilik tanah diberi hak kepemilikan selama mereka membayar kharaj dan jizyah dll.
  1. Mata uang
Pada masa nbi dan sepanjang massa pemerintahan al-khulafa’ ar-rasyidun. Koin mata uang asing dengan berbagai bobot telah di kenal dijazirah arab seperti dinar, sebuah koin mas dan dirham, dan koin perak.
  1. Klasifikasi dan alokasi pendapatan Negara
a.       Pendapatan zakat dan ushr.
b.      Pendapatan khums dan sedekah.
c.       Pendapatan kharaj, fai, jizyah, ushr.
  1. Pengeluaran
Diantara alokasi pengeluaran dari harta baitul mal dana pensiun merupakan pengeluaran Negara yang paling penting perioritas berikutnya adalah dana pertahanan Negara dan dana pembangunan.
C.    Pemerintahan Khlifah Utsman Bin Affan
Setelah melaksanakan musyawarah dan terpilihlah usman bin affan sebagai khlifah ke tiga setelah melalui persaingan yang ketat dengan ali bin abi thalib. Pada masa pemerintahan khlifan utsman berhasil melakukan skspansi ke wilayah Armenia, Tunisia, cypras, Rhodes dan lain-lain. Ia juga dalam rangka pengembangan SDA ia membuat saluran air, pembangunan jalan-jalan dan pembentukan organisasi kepolisian untuk mengamankan jalur perdagangan.
Khlifah utsman tidak mengambil upah dari kantornya bahkan menyimpan uangnya di bendahara Negara. Khlifah utsman tetap mempertahankan system pemberian bantuan dan santunan kepada masyarakat untuk meningkatkan pengeluaran di bidang pertahanan dan kelautan, meningkatkan dana pension dan menumbuhkan dana tambahan. Di khlifah utsman tidak terdapat perubahan situasi ekonomi yang cukup signifikan. Berbagai kebijakan khlifah utsman banyak mengutungkan keluarganya sehingga menimbulkan kekecewaan dan banyak diwarnai kekacauan politik dan berakhir dengan terbunuhnya san khlifah.
D.    Pemerintahan Khlifah Ali Bin Abi Thalib
Setelah diangkat jadi khlifah yang ke empat ali bin abi thalib langsung mengambil tindakan seperti memberhentikan para pejabat yang korup, membuka lahan perkebunan yang telah diberikan kepada orang kesayangan utsman dan mendistribusikan pendapatan pajak menurut riwayat ia secara suka rela menarik diri dari daftar penerima bantuan dana baitul mal bahkan ali memberikan sumbangan sebesar 5000 dirham setiap tahun.
Pada pemerintahan ali prinsip utama dari pemerataan distribusi uang rakyat telah di perkenalkan, setiap hari kamis pendistribusian atau hari pembayaran ali lebih menekankan agar lebih memperhatikan kesejahteraan masyarakt terutama orang-orang miskin, orang yang teraniaya, para penyandang cacat, melawan korupsi dan penindasan, mengontrol pasar dll.

2.4 KEBIJAKAN FISIKAL PADA AWAL PEMERINTAHAN ISLAM
A.    Latar Belakang
Kondisi Ekonomi Geografis Kota Madinah
1.  Populasi
Jumlah populasi madinah, baik muslim dan non-muslim pada awal pemerintahan islam tidak dapat diketahui. Indikator pertama yang paling tepat untuk memperkirakan jumlah kaum Muslimin di Madinah pada awal pemerintahan Islam adalah jumlah pasukan Muslim yang ikut berperang dalam Perang Uhud. Hal ini mengingatkan bahwa perang tersebut merupakan peringatan bagi kaum Muslimin terhadap ancaman serangan kaum Quraisy ke kota Madinah sebagai balas dendam mereka atas kekalahan di Perang Badar, sekaligus ingin membunuh seluruh kaum Muslimin.



B.     Pendapatan Baitul Mal
Sumber pendapatan baitul mal terbagi atas.
1.  Kharaj
Merujuk pada pendapatan yang diperoleh dari biaya sewa atas tanah pertanian dan hutan milik umat islam.
2.  Zakat
Pendapatan penting untuk keuangan Negara di masa awal islam adalah zakat, zakat yang berbentuk uang tunai (dinar dan dirham), hasil pertanian, dan ternak.
a.    Zakat dinar dan dirham
Nisab zakat dinar dan dirham masing-masing 20 dinar dan 200 dirham. Zakat yang di keluarkan adalah 1/40 atau 2,5% dari jumlah nisab, artinya jika pendapatannya adalah 24,28 atau 32 dinar maka zakat yang harus di keluarkan adalah 2,5% dari jumlah tersebut.
b.      Zakat hasil pertanian dan karakteristiknya
Hasil pertanian yang dikenakan zakat antara lain gandum, barley, kismis, dan kurma. Secara rinci perhitungan zakat sebagai berikut :
Ø  Jumlah hasil panen yang kurang dari lima wasaq atau setara dengan 847 kilogram tidak dikenai zakat.
Ø  Zakat tidak dihitung dari penghasilan kotor, segala biaya dan produksi harus dihitung dan di kurangi total jumlah produksi, dan zakat kenakan terhadap sisa hasil pertanian yang merupakan penghasilan bersih.
Ø  Zakat hasil panen dari lahan yang bergantung pada hujan 10% jika petani mendapat air dengan cara membuat bendungan irigasi zakatnya di kurangi menjadi 5%.
c.   Zakat ternak
            Zakat ternak meliputi zakat domba, zakat sapi, zakat unta.
3.      Khums (Seperlima)
Sumber pendapatan kas negara lainnya adalah khums. Khums adalah pajak yang dikumpulkan dari berbagai jenis ghanimah dan yang lebih penting lagi dipungut dari tabungan konsumen dan keuntungan produsen. Dua puluh persen dari dana yang terkumpul setiap tahun berupa khums.

4.  Jizyah
Sumber pajak lain pada masa awal islam yaitu jizyah yang dipungut dari non-muslim yang hidup dibawah pemerintah islam tetapi, tidak mau masuk islam. Pajak yang dikenakan pada mereka merupakan pengganti dari imbalan atas fasilitas ekonomi, social dan layanan kesejahteraan, pajak ini mirip dengan zakat fitrah yang dipungut dari muslim tiap tahun.
5.  Pemasukan Lain
Sumber pemasukan lainnya adalah kafarat atau denda yang di kenakan pada seorang muslim ketika melakukan pelanggaran. Denda di bayar dalam bentuk tunai contohnya jika seorang muslim batal puasa satu hari pada bulan ramadhan ia harus memberi makan 60 orang miskin dalam jangka waktu tertentu untuk menghapus dosanya.
C.   Instrumen Kebijakn Fiskal
Berikut kita dapat meringkas topik yang telah dibahas sehingga dapat melihat perbedaan yang jelas setiap instrumen kebijakan fiskal yang terdapat pada masa awal pemerintahan Islam.
a)  Memfungsikan Baitul Maal
Baitul maal sengaja dibentuk oleh Rasulullah s.a.w sebagai tempat pengumpulan dana atau pusat pengumpulan kekayaan negara Islam yang digunakan untuk pengeluaran tertentu. Karena pada awal pemerintahan Islam sumber utama pendapatannya adalah Khums, zakat, kharaj, dan jizyah (bagian ini akan dijelaskan secara mendetail pada bagian komponen-komponen penerimaan negara Islam). Fungsi dari Baitul Maal disini adalah sebagai mediasi kebiajakan fiskal Rasulullah s.a.w. dari pendapat negara Islam hingga penyalurannya. Tidak sampai lama harta yang mengendap di dalam Baitul Maal, ketika mendapatkannya maka langsung disalurkan kepada yang berhak menerimanya yaitu kepada Rasul dan kerabatnya, prajurt, petugas Baitul Maal dan fakir miskin.
b)  Pendapatan Nasional dan Partisipasi Kerja
         Salah satu kebijakan Rasulullah s.a.w dalam pengaturan perekonomian yaitu peningkatan pendaptan dan kesempatan kerja dengan mempekerjakan kaum Muhajirin dan Anshor. Upaya tersebut tentu saja menimbulkan mekanisme distrubusi pendapatan dan kekayaan sehingga meningkatkan permintaan agregat terhadap output yang akan diproduksi. Disi lain Rasullah membagikan tanah sebagai modal kerja.
c)  Kebijakan Pajak
         Kebijakan pajak ini adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah muslim berdasarkan atas jenis dan jumlahnya (pajak proposional). Misalnya jika terkait dengan pajak tanah, maka tergantung dari produktivitas dari tanah tersebut atau juga bisa didasarkan atas zonenya.
d)  Kebijakan Fiskal Berimbang
         Untuk kasus ini pada masa pemerintahan Rasulullah s.a.w dengan metode hanya mengalami sekali defisit neraca Anggaran Belanja yaitu setelah terjadinya “Fathul Makkah”, namun kemudian kembali membaik (surplus) setelah perang Hunain.
e)  Kebijakan Fiskal Khusus
         Kebijakan ini dikenakan dari sektor voulentair (sukarela) dengan cara meminta bantuan Muslim kaya. Jalan yang ditempuh yaitu dengan memberikan pijaman kepada orang-orang tertentu yang baru masuk Islam serta menerapkan kebijakan insentif. 

2.5 UANG DAN KEBIJAKAN MONETER PADA AWAL PEMERINTAHAN ISLAM
A.    Latar Belakang
Signifikasi Perdagangan dan Alat Pertukaran
Sebelum islam hadir sebagai sebuah kekuatan politik, kondisi geografis daerah hizaz sangat strategis dan mengutungkan karena menjadi rute perdagangan roma dan India dia wilayah selatan dan timur jajirah arab yang terkenal sebagai rute perdagangan selatan. Hal tersebut menjadi bukti bahwa perdagangan merupakan dasar perekonomian di jazirah arab sebelum islam datang. Prasyarat untuk melakukan transaksi adalah adanya alat pembayaran yang di percaya seperti koin dirham dan dinar mempunyai berat yang tetap dan memiliki kandungan perak atau emas yang tetap karena itu tidak adal masalah dalam perputaran uang.
B.     Penawaran Dan Permintaan Uang
Pada masa pemerintahan nabi di madinah, dinar dan dirham di impor dari roma dan Persia. Besarnya volume impor dinar dan dirham dan juga barang-barang komoditas bergantung kepada volume komoditas yang di ekspor ke dua Negara tersebut. Hal menarik disini adalah tidak adanya pembatasan terhadap impor uang karena permintaan internal dari hijaz terhadap dinar dan dirham sangat kecil sehingga tidak berpengaruh terhadap penawaran dan permintaan dalam perekonomian roma dan Persia.
Tinggi rendahnya permintaan uang bergantung kepada frekwensi transaksi perdagangan dan jasa. Hal yang dapat menyebabkan fluktuasi pada nilai uang dalam jangka pendek adalah aktivitas-aktivitas yang dilarang dan dinyatakan illegal oleh pembuat syarat.
C.   Percepatan Sirkulasi Uang
Faktor lain yang memiliki pengaruh terhadap stabilitas nilai uang adalah percepatan peredaran uang. Sistem pemerintahan yang legal dan terutama perangkat hukum yang tegas dalam menentukan peraturan etika dagang dan penggunaan uamg memiliki pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan pemercepatan peredaran uang. Larangan terhadap kanz (penimbunan uang untuk spekulasi) cenderungmencegah dinar dan dirham keluar dari perputaran. Begitu juga larangan praktik bunga bank mencegah tertahannya uang di tangan pemilik modal. Kedua larangan ini mendorong pemercepatan peredaran uang secara signifikan. Demikian pula tindakan Rasul mendorong masyarakat untuk mengadakan kontrak kerja sama dan mendesak mereka untuk memberikan pinjaman tanpa bunga lebih memperkuat peredaran uang. Singkatnya, kebijakan-kebijakan Rasulullah seperti dikemukakan di atas memiliki peranan penting dalam meningkatkan pemercepatan peredaran uang secara signifikan.
D.   Mobilitas Dan Utilisasi Tabungan
Salah satu tujuan khusu prekonomian pada perkembangan islam adalah penginvestasian tabungan yang dimiliki masyarakat. Hai ini di wujudkan dengan dua cara:
1.  Mengembangkan peluang investasi yang syar’I secara legal
2.  Mencegah kebocoran atau pengunaan tabungan untuk tujuan yang tidak islami.
Metode lain untuk menginvestasikan tabaungan adalah uang tanpa bunga. Meminjam uang tanpa bunga sangat di anjurkan dan merupakan amal baik seperti di sebutkan dalam Al-Qur’an. Metode ketiga untuk menyalurkan tabungan dalam kegiatan investasi adalah infak dan waqaf.
E.   Praktik Bisnis Illegal
1.  Kanz (penimbunan uang)
Kanz adalah kegiatan menimbun uang  (dirham dan dinar). Penimbunan harta akan mengurangi persediaan uang di pasar sehingga permintaan uang akan meningkat karena perputaran uang menurun.
2.   Riba
Penggunaan uang tabungan yang di simpan masyarakat adalah riba baik untuk perdagangan ataupun kosumsi. Dari sudut pandang orang Qurays riba adalah jalan terbaik untuk mendapatkan keuntungan yang besar dari tabungan yang mereka miliki. Rasululloh melarang riba sejak awal perjalanan dakwahnya dan melarang kaum muslim mengambil keuntungan dari kegiatan ini. Rasululloh menekankan kepada masyarakat bahwa keuntungan yang di dapat dari riba adalah sebuah dosa besar.
F.   Metode Alokasi Kerdit
Variable ekonomi yang ada pada masa itu adalah harga tunai dan kredit barang dan jasa, jangka waktu transaksi kredit, tingkat keuntungan dalam perdagangan, tingkat pengembalian investasi harga factor produksi, dan tingkat diskonto instrumen uang.
Mungkin kreteria yang paling penting untuk mengalokasikan tabungan adalah perbedaan antara harga tunai dan kredit dari suatu barang dengan begitu, pemilik modal dapat mengantisipasi ketika ia membeli barang dan kemudian menjualnya secara kredit. Maka selayaknya, ia memperoleh pendapatan sebesar perbedaan antara harga keduanya pada saat jatuh tempo.

 2.6 PERANAN HARTA RAMPASAN PERANG PADA AWAL PEMERINTAHAN ISLAM
A.  Latar Belakang
Di kalangan para orientalis, timbul asumsi yang menyatakan bahwa pada masa awal pemerintahan islam, harta rampasan perang mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam menopang kehidupan kaum muslimin, berbagai ekspedisi yang dilakukan oleh kaum muslimin dilandasi oleh semangat untuk memperoleh harta rampasan perang, sehingga ajaran yang di bawa Rasululloh dapat tumbuh dan berkembang dengan pesat di seluruh Jazirah arab. Ekspedisi militer meningkatkan kekayaan kaum muslimin dalam sekala yang lebih besar atau kecil.

B.  Berbagai Ekspedisi Yang Dilakukan Kaum Muslimin Pada Masa Pemerintahan Rasulullah SAW.
1.  Ekspedisi Tahun Pertama
Ekpedisi yang dilakukan kaum muslimin pada masa ini sebanyak 74 kali dalam riwayat lain 90 kali. seluruh ekspedisi tersebut, baikGhazawat maupun Saraya, bukanlah gerakan militer tetapi hanya merupakan misi politik atau perjalanan dakwah, seperti yang di kemukakan oleh para orientalis, kesimpulannya pun di belokkan bahwa kaum muslimin Madinah melakukan peperangan dengan tujuan meningkatkan sumber daya ekonomi.
Peristiwa besar yang terjadi di masa ekspedisi pertama adalah perang badar. dalam perang tersebut, kaum muslimin berhasil meraih kemenangan dan memperoleh harta rampasan yang terdiri dari senjata, hewan ternak, kuda, barang-barang pribadi, dan beberapa barang dagangan.
2.  Ekspediri Tahun Kedua
Ekspedisi tahun kedua di mulai dengan peperangan dengan bani Qaiuqa. Salah satu kaum yahudi terkemuka di madinah setelah melewati proses pengepungan selama beberapa hari orang yahudi menyerah kepada kaum muslimin. Dalam hal ini, harta rampasan perang terdiri dari persenjataan dan peralatan pertambangan emas mengingat mereka perngrajin yang dangat ahli.
3.    Ekspedisi Tahun Ketiga
Pada tahun ketiga ini (624-625 M), terdapat tujuh ekspedisi yang dilakukan oleh kaum Muslimin. Dari ketujuh ekspedisi tersebut, hanya tiga yang menghasilkan keuntungan ekonomis.
4. Ekspedisi Tahun Keempat
Pada tahun keempat setelah Hijriyah (625-626 M), kaum Muslimin melakukan tujuh buah ekspedisi. Dua diantaranya menghasilkan harta rampasan perang.
5. Ekspedisi Tahun Kelima
Ekspedisi yang dilakukan pada tahun kelima hijriah (626-627 M) sebanyak lima buah dan tiga diantaranya menghasilkan harta rampasan perang.



6. Ekspedisi Tahun Keenam
Pada tahun keeam Hijriyah (Juni 627-Mei 628 M), terdapat tiga ghazwah dan 18 saraya. Namun demikian, tidak ada satu ghazwah pun yang menghasilkan harta rampasan perang dan hanya 7 saraya yang menghasilkan keuntungan materi.
7. Ekspedisi Tahun Ketujuh
 Pada tahun ketujuh Hijriyah (628-629 M), kaum Muslimin melakukan 14 buah ekspedisi. Sebagian besar ekspedisi ini menghasilkan harta rampasan perang, baik dalam bentuk harta bergerak ataupun harta tidak bergerak.
8. Ekspedisi Tahun Kedelapan
            Pada tahun kedelapan Hijriyah (629-630 M), hanya enam ekspedisi yamg menghasilkan harta rampasan perang.
9. Ekspedisi Tahun Kesembilan
            Sebagian besar ekspedisi yang dilakukan pada tahun kesembilan Hijriyah (630-631 M) berhasil mendapatkan harta rampasan perang, baik dalam jumlah kecil maupun besar.
10. Ekspedisi Tahun Kesepuluh
           Pada tahun kesepuluh Hijriyah (631-632 M), hanya satu ekspedisi, yaitu sariyah Ali bin Abi Thalib ke Yaman, yang berhasil memperoleh harta rampasan perang berupa hewan ternak, tawanan, baju, dan lain-lain.
C.    Kesimpulan.
1.   Harta rampasan perang sebagai alat untuk menafkahi hidup
2.   Pengeluaran selama ekspedisi.
Besarnya rampasan perang yang di peroleh kaum muslimin adalah berkaitan dengan pengeluaran kaum muslimin selama melakukan ekspedisi, setiap ekspedisi memerlukan sejumlah besar uang dan beberapa perlengkapan ekspedisi seperti senjata, alat transportasi, bajum makanan dan bahan makanan, secara kasar dapat di perkirakan besarnya biaya yang di butuhkan untuk membiayai ekspdisi-ekspedisi tersebut sebuah riwayat menyatakan bahwa orang makkah telah menghamburkan dana sebesar 50.000 dinar (6.000.000 dirham) untuk membiayai 3000 tentara perah uhud.


3.   Kerugian akibat berbagai ekspedisi
Faktor lain yang secara mendasar mengurangi tingkat keuntungan dari serangkaian aktivitas militer adalah kerugian material yang terkadang sangat besar jumlahnya sehingga mengakibatkan penduduk madinah khususnya kaum muslimin mengalami penderitaan setelah operasi militer tersebut. Kerugian tentu saja merupakan hal yang tidak dapat di hindari oleh kaum muslimin dalam memperoleh kesuksesan ekspedisi, baik berupa materi maupun nyawa. Meskipun kerugian yang di derita relatif kecil jika di bandingkan dengan keuntungan yang di dapat.
4.    Kondisi perekonomian kaum muslimin
Perekonomian Islam di Jazirah Arab yang berlangsung selama 10 tahun sejak pertama kali dideklarasikannya pemerintahan Islam Madinah mempunyai empat aktivitas ekonomi, yakni perdagangan dan perniagaan, pertanian, kerajinan dan maufaktur, serta pekerja kasar.