Jenis, Fungsi
dan Produk Bank Syari’ah
Produk
perbankan syari’ah dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1.
Penyaluran Dana
Dalam menyalurkan dana pada nasabah, secara garis besar
produk pembiayaan syari’ah terbagi ke dalam tiga kategori yang dibedakan
berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu:
1) Transaksi pembiayaan yang ditujukan
untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli. 2) Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa.
3) Transaksi pembiayaan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.
Pada
kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan
menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk yang termasuk
dalam kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip jual-beli seperti murabahah,
salam, dan istishna serta produk yang menggunakan prinsip sewa yaitu ijarah.
Sedangkan pada kategori ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan dari
besarnya keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi-hasil. Pada produk bagi
hasil keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati di muka.
Produk perbankan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah musyarakah dan
mudharabah.
- Prinsip Jual Beli (Ba’i)
Prinsip jual-beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya
perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property).
Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas
barang yang dijual. Transaksi jual-beli dibedakan berdasarkan bentuk
pembayarannya dan waktu penyerahan barang seperti:
a) Pembiayaan Murabahah
Murabahah bi tsaman ajil atau lebih dikenal sebagai murabahah.
Murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan) adalah transaksi
jual-beli di mana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai
penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank
dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan
jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual-beli dan jika
telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah
lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil).
Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad sedangkan pembayaran
dilakukan secara tangguh.
b) Salam
Salam adalah transaksi jual beli di mana
barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan
secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai
pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual
beli ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu
penyerahan barang harus ditentukan secara pasti. Dalam praktek perbankan,
ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada
rekanan nasa¬bah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara
cicilan. Harga jual yang ditetapkan bank adalah harga beli bank dari nasabah
ditambah keuntungan. Dalam hal bank menjualnya secara tunai biasanya disebut
pembiayaan talangan (bridging financing). Sedangkan dalam hal bank
menjualnya secara cicilan, kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka
waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual-beli dan jika telah
disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Umumnya transaksi ini
diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada seperti pembelian komoditi
pertanian oleh bank untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau secara
cicilan.
Ketentuan umum Salam:
- Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya. Misalnya jual beli 100 kg mangga harum manis kualitas “A” dengan harga Rp5000 / kg, akan diserahkan pada panen dua bulan mendatang.
- Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad maka nasabah (produsen) harus bertanggung jawab dengan cara antara lain mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yang sesuai dengan pesanan.
- Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai persediaan (inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga (pembeli kedua) seperti bulog, pedagang pasar induk atau rekanan. Mekanisme seperti ini disebut dengan paralel salam.
- Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya. Misalnya jual beli 100 kg mangga harum manis kualitas “A” dengan harga Rp5000 / kg, akan diserahkan pada panen dua bulan mendatang.
- Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad maka nasabah (produsen) harus bertanggung jawab dengan cara antara lain mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yang sesuai dengan pesanan.
- Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai persediaan (inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga (pembeli kedua) seperti bulog, pedagang pasar induk atau rekanan. Mekanisme seperti ini disebut dengan paralel salam.
c) Istishna
Produk istishna menyerupai
produk salam, namun dalam istishna pembayarannya dapat dilakukan
oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna dalam
bank syari’ah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
- Prinsip Sewa (Ijarah)
Transaksi ijarah dilandasi
adanya perpindahaan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja
dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada objek transaksinya.
Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek
transaksinya adalah jasa.
- Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Produk pembiayaan syari’ah yang
didasarkan prinsip bagi hasil adalah:
a. Musyarakah
Bentuk umum dari usaha bagi hasil
adalah musyarakah (syirkah atau syarikah atau serikat atau
kongsi). Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang
bekerjasama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara
bersama-sama. Termasuk dalam golongan musyarakah adalah semua bentuk
usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dima¬na mereka secara bersama-sama
memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud.
Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerjasama dapat berupa
dana, barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship),
kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment)
, atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill),
kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang
dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari bentuk
kontribusi masing-masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan
produk ini sangat fleksibel.
b. Mudharabah
Secara spesifik terdapat bentuk
musyarakah yang popular dalam produk perbankan syari’ah yaitu mudharabah.
Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana
pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada
pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.
Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi 100% modal dari shahibul
maal dan keahlian dari mudharib.
Karakteristik mudharabah
muqayadah pada dasarnya sama dengan persyaratan di atas. Perbedaannya
adalah terletak pada adanya pembatasan penggunaan modal sesuai dengan
permintaan pemilik modal.
- Akad Pelengkap
Untuk
mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan juga akad pelengkap.
Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan
untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk
mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti
biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.
a. Hiwalah (Alih Utang-Piutang)
Hiwalah
adalah transaksi mengalihkan utang
piutang. Dalam praktek perbankan syari’ah fasilitas hiwalah lazimnya
untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan
produksinya.
b. Rahn (Gadai)
Tujuan
akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank
dalam memberikan pembiayaan.
c. Qardh
Qardh adalah
pinjaman uang. Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal,
yaitu : Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan
pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran. Biaya perjalanan haji.
Nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatannya ke haji.
d. Wakalah (Perwakilan)
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi
apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan
pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang.
e. Kafalah (Garansi Bank)
Garansi bank dapat diberikan dengan
tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat
mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini
sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah.
Bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan.
2. Produk Penghimpunan Dana
Penghimpunan
dana di bank syari’ah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito. Prinsip
operasional syari’ah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah
prinsip wadi’ah dan mudharabah.
- Prinsip Wadiah
Prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah yad
dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Wadi’ah dhamanah
berbeda dengan wadi’ah amanah. Dalam wadi’ah amanah, pada
prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sedangkan
dalam hal wadi’ah dhamanah, pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab
atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan
tersebut. Karena wadi’ah yang diterapkan dalam produk giro perbankan ini
juga disifati dengan yad dhamanah, maka implikasi hukumnya sama dengan
qardh, dimana nasabah bertindak sebagai yang meminjamkan uang, dan bank
bertindak sebagai yang dipinjami. Jadi mirip seperti yang dilakukan Zubair
bin Awwam ketika menerima titipan uang di jaman Rasulullah SAW’.
- Prinsip Mudharabah
Dalam
mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak
sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola).
Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan pembiayaan murabahah atau ijarah
seperti yang telah dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana tersebut digunakan
bank untuk melakukan pembiayaan mudharabah. Hasil usaha ini akan dibagi
hasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati. Dalam hal bank menggunakannya
untuk melakukan pembiayaan mudharabah, maka bank bertanggung jawab penuh
atas kerugian yang terjadi2. Rukun mudharabah terpenuhi sempurna (ada mudharib
- ada pemilik dana, ada usaha yang akan dibagi hasilkan, ada nisbah, ada
ijab kabul). Prinsip mudharabah ini diaplikasikan pada produk tabungan
berjangka dan deposito berjangka.
- Akad Pelengkap
Untuk
mempermudah pelaksanaan penghimpunan dana, biasanya diperlukan juga akad
pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun
ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan
untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta
pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya
pengganti biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.
3. Jasa Perbankan
Bank
syari’ah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah
dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut
antara lain berupa :
- Sharf (Jual Beli Valuta Asing)
Pada prinsipnya jual-beli valuta
asing sejalan dengan prinsip sharf. Jual beli mata uang yang tidak
sejenis ini, penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank
mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini.
- ljarah (Sewa)
Jenis kegiatan ijarah antara lain
penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata-laksana administrasi
dokumen (custodian). Bank dapat imbalan sewa dari jasa tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar